Sabtu, 07 Juni 2014

Cita-Cita Kecil



Gambar Dari:  
omenkstory.wordpress.com


Pernahkah kalian mempunyai keinginan atau sebuah harapan di masa kecil? Tentu pernah. Keinginan atau harapan itu disebut cita-cita. Daya khayal yang tinggi, eksplorasi pengetahuan melanglangi dunia imajinasi. Ketidak masuk akal-an seolah sah, dan tidak mendapati sanksi apapun. Kita bebas berkhayal, kita bebas bermimpi dan kita bebas melakukan apapun dalam sisi imajinasi kita. Betapa bebasnya anak kecil. Mimpi terlalu tinggi pun tak takut jatuh. Semuanya indah, tak ada yang membatasi keindahan itu.


Aku pernah ditanya oleh guruku semasa SD. Waktu itu sedang belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Semua murid ditanya soal apa cita-cita mereka. Si murid harus mendeskripsikan cita-citanya itu di depan kelas, di depan teman-temannya. Aku kebagian paling awal. Kenapa selalu aku yang menjadi korban. Selalu begitu. Aku selalu menjadi orang pertama dalam hal apapun; abseni siswa: aku urutan pertama, karena namaku satu-satunya yang berawalan “A”. Ketika mengerjakan soal-soal matematika di papan tulis, aku juga yang pertama di panggil, karena di absensi itulah namaku yang pertama. Kadang aku merasa paling sial. Selama beberapa caturwulan selalu aku yang menjadi kelinci percobaan.
Seorang anak berusia sembilan tahun ditanya oleh gurunya.
“Aziz, apa cita-citamu, nak?”
“Aku ingin menjadi seorang penulis?” jawabku dengan penuh percaya diri.
“Kenapa kamu ingin jadi penulis?
“Karena aku suka menulis, bu.”
“Tulisan apa yang sudah kamu buat, nak?”
“Aku menulis puisi, bu.”
“Bagus, nak. Lanjutkan! Jadilah kau seorang penulis!”
Aku mengangguk polos. Padahal sebenarnya aku hanya suka menulis puisi, tanpa tahu kalo menulis itu bisa menjadi propesi. Selanjutnya absen kedua; Dedi, dia ingin jadi dokter, Juanda; ingin jadi polisi, Muttaqin; ingin jadi pilot, dan semuanya pun teman-temanku mempunyai cita-cita. Meskipun kami waktu itu mempunyai cita-cita, kami terlalu lugu untuk mengerti bagaimana caranya untuk mewujudkan cita-cita itu. Bahkan seringkali setiap ditanya tentang apa cita-cita kalian? Masing-masing dari kami menjawab cita-cita kami yang lain. Yah, setiap hari cita-cita kami berubah-ubah.Kan anak kecil, jadi bebas, ya.
Betul, aku suka sekali merangkai kata. Rangkaian kata itu kita sebut puisi. Ya, aku suka bikin puisi. Puisi tentang apapun; tentang hujan, petir, kemarau, pohon, daun, sawah, ladang, kebun, dan apapun. Semuanya aku tulis. Keranjingan; barangkali itu yang tepat untuk menyebutnya. Aku menulis dimana saja; di papan tulis, di bangku, di tembok sekolah, di dalam WC, dan dimana-mana. Buku catatan pelajaranku isinya semua puisi dan cerita-cerita tentang kejadian yang aku alami. Buku catatan pelajaran beralih fungsi menjadi buku diary.
Suatu ketika di dalam kelas sedang belajar IPA.
“Anak-anak, kumpulkan PR-nya!” Perintah bu guru.
“Iya, bu .. “ Anak-anak menjawab. Kecuali aku. Kenapa? Karena aku belum mengerjakan PR.
Aku cemas. Ini adalah kebiasaanku; jarang sekali mengerjakan PR. Biasanya aku kerjakan di sekolah, beberapa saat sebelum mata pelajaran itu dimulai. PR, singkatan dari ‘Pekerjaan Rumah,’ beda untuku, jadi PS, alias ‘Pekerjaan Sekolah’ atau PSP, ‘Pekerjaan Sebelum Pelajaran’. Aku kebanyakan nulis, main PS sama PSP, eh, dulu belum ada, ada juga Gemebout. Itu kebiasaan buruk. Jangan ditiru, ya.
“Aziz, PR kamu mana?” Bu guru memanggil.
“Be .. be .. be .. be .. lum, bu.” Jawabku gagap.
“Apaaaaaaaa??!!” Si ibu menunjukan ekspresi marah di wajahnya.
Aku takut, dan tertunduk.
“Ibu liat, mana buku catatan kamu?”
“Ini, bu.” Aku serahkan buka itu.
Si ibu kemudian diam. Berhenti marah. Dia buka buku catatan itu, lembar demi lembar. Kemudian dia tersenyum. Sambil terus membuka lembarannya si ibu memanggilku.
“Kemari kamu, nak!” Suruh ibu guru.
Aku takut kalau dia akan marah lagi dan akan menghukumku karena belum mengerjakan PR. Aku melangkahkan kaki dengan hati was-was. Aku berjalan mendekatinya. Kemudian sampailah disampingnya dengan gelisah. Apalagi, di depan sudah di siapkan jidar atau penggaris besar terbuat dari kayu. Sudah pasti keras. Jidar itu sering digunakan untuk memukul betis siswa yang nakal atau mendapatkan hukuman.
Aku diam saja.
“Ini, kamu yang bikin?” Tanya bu guru.
“Iya, bu.” Kataku, masih takut.
“Jangan takut, ibu gak marah kok soal kamu tidak mengerjakan PR.”
“Hah?!”
“Asal kamu mau membacakan satu karya kamu ini di depan teman-temanmu. Bagaimana?”
“Iya, bu.” Jawabku, bersemangat.
Tawaran yang harus dimanfaatkan. Jarang sekali orang bisa terbebas dari hukuman dengan hanya membacakan puisi. Itu mudah. Langsung saja aku ambil buku catatanku dari bu guru. Kedepan. Kumulai dengan menghela nafas agak panjang, supaya aku siap dan tidak gugup. Kulihat anak-anak begitu antusias. Wajah polosnya terlihat sangat lugu dan tak sabar ingin melihat bagaimana aku membacakan puisi.Mulai beraksi.
SAHABAT
Oleh: Aziz Tanggoli
Sahabat, kau lebih dari sekedar teman
Kau papah aku saat kakiku terkilir
Kau jenguk aku ketika sakit
Kau beri aku obat

Sahabat, kau lebih dari sekedar teman
Kau selalu ada ketika aku ingin jajan
Kau tahu aku tak punya uang
Kau beri aku uang

Sahabat, kau lebih dari sekedar teman
Kau tahu ketika aku lapar
Kau tahu aku tak punya makanan
Kau beri aku cemilan
Oh, Sahabat, kau memang baik

Babakan Kiara, 05 Januari 1999
Itulah puisi yang aku bacakan. Sebenarnya aku hanya menuliskannya. Hanya menulis apa yang sedang aku rasakan, aku alami dan aku tuliskan. Aku juga merasa apakah itu puisi yang bagus atau jelek. Tapi, yang jelas, aku lihat bu guru da nana-anak berdecak dan bertepuk tangan setelah selesai aku mambacakannya.
Jika nanti akutidak mengerjakan PR lagi, aku akan langsung ke depan kelas dan membacakan puisi. Setelah itu selesai. Aku bisa duduk dan terbebas dari hukuman.


***
Tulisan ini dibuat ketika penulis rindu masa kecilnya, yang polos, bahagia dan menyenangkan. Betapa masa kecil sungguh menjadi masa yang indah, tanpa beban kami bermimpi tinggi-tinggi, tanpa rasa takut yang mungkin suatu hari nanti rasa takut itu akan menghampiri. Ya, rasa takut untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Namun, satu hal yang harus kita ingat bahwa berani brmimpi adalah berani untuk maju. Mimpi akan terpatri dan mengembang menjadi sebuah cita-cita. Kejarlah, ciptalah, buktikan bahwa mimpi-mimpi itu akan segera terwujud!
Baca selengkapnya » 0 komentar

Copyright © Tanggoli Go Blog 2010

Template By NY